Translate

Kamis, 13 Juni 2013

Minggu Puisi

Pagi yang kasmaran...
melantun dengan lagu yang sayup sayup terdengar dari hatimu yang jauh
rindunya bertaburan seperti bunga pala yang jatuh
sudah kusapu berulang kali
tapi wajahmu jatuh ke mataku
rindumu jatuh kehalaman jantungku

kita berjumpa di alam kata
kita bertemu di jejak suara

aku tak tau harus bicara apa

2010

Terlanjur Gigil

Ini malam Nak!
Angin mengetuk-ngetuk atap kamar mandi. Lubang udara ke atas atap itu, sengaja ditutup oleh kertas setengah lembar. Sebagian menjuntai, sehingga setiap angin menyusup ke sela-sela atap itu, kertasnya akan bergerak ke atas dan ke bawah. Menimbulkan suasana resah, seperti ada mahluk yang bergerak dengan gelisah.

Tak ... tak ... tak ...
Suara dari atap kamar mandi kembali berbunyi.
Pintu kamar sudah kututup, di luar sana, angin memang selalu bergemuruh. Mungkin juga sama seperti dadaku, bergemuruh mengingatmu. Entah karena apa, entah ingin apa.
Sudah tiga pekan aku di sini, bergumul dengan ruangan sempit, menciumi nasib, memeluk hal-hal gaib.
Bukankah hidup ini memang gaib Nak! kita tidak pernah tau waktu, kita tidak pernah tau akan bertemu siapa dan kehilangan siapa.

Nak, aku tak akan pulang.
Melihat matamu adalah hal yang paling berat kulakukan. Mata yang sering berkaca-kaca, mata yang seolah mengerti kenapa kita hanya hidup berdua. Mata yang sesekali kuharapkan bersinar, bahagia dan rela. Aku tak akan pulang, di kota inilah aku mengabadikan ingatan. Sampai muak, sampai bosan, sampai akhirnya segala "lupa" menjadi kebutuhan.

Tok tok tok ...
Ini sudah pukul satu dini hari, siapa yang mengetuk pintu? tetangga? ah...aku tidak memiliki tetangga.
lagi pula gerbang sudah dikunci, mana mungkin ada orang  tiba-tiba mengetuk.
Aku tak ingin membuka pintu, entah karena takut atau tak percaya dengan suara ketukan itu.
Suaranya memang berbeda dengan suara dari atap kamar mandi, apa ini halusinasi saja?

Bunda ... Bun!

Sebuah suara memanggil
Aku terlanjur gigil.

Bandung, 2013.

Senin, 10 Juni 2013

Sepatu Cinderella Bukan Dari Kaca


Sobat percil, tentu kalian sudah pernah membaca buku atau menonton film Cinderella. Dari kisah Cinderella yang kita baca atau kita tonton, ada adegan yang sangat berkesan dan kita ingat sampai sekarang. Yakni pada saat sang pangeran mengejar Cinderella yang menyebabkan sebelah sepatu Cinderella tertinggal di halaman Istana. Seperti yang kita ketahui sepatu Cinderella tersebut terbuat dari kaca. Kaca yang bening dan indah. Ternyata, kisah itu keliru. Kenapa bisa keliru?

Pada tahun 1967, seorang Perancis bernama Charles Perrault menyalin kisah Cinderella ke dalam bahasanya sendiri. Dalam kisah Cinderella sebelumnya, sepatu Cinderella itu terbuat dari bulu Tupai berwarna putih dan abu-abu, bukan dari kaca. Bahasa Perancis untuk kata bulu adalah ‘vair’. Tetapi Charles menyalinnya ‘verre’ yang artinya adalah kaca. Bunyi ‘verre’ sendiri sama dengan ‘vair’.

Sejak itulah kita selalu membayangkan sepatu Cinderella itu terbuat dari kaca yang berkilauan.  Sobat percil juga  tentu saja tidak menemukan sepatu kaca tersebut di dunia nyata.


Meitha KH/ dari berbagai sumber