Translate

Rabu, 22 Desember 2021

Menikmati Puisi-puisi karya Budi Mugia Raspati

Buku berwarna lebih kurang biru itu, masih terbungkus rapi di atas meja kerja. Entah sudah berapa pekan, buku kumpulan puisi yang berjudul Bulan dalam Genangan itu menunggu untuk dibuka dan dibaca.

Bulan dalam Genangan adalah kumpulan puisi karya Budi Mugia Raspati, seorang penulis yang lahir di Bandung. Sepengetahuan saya, Kang Budi sering menulis dalam bahasa Sunda. Maka, menjadi sebuah kejutan ketika saya mendapat buku kumpulan puisinya dalam bahasa Indonesia ini.

Yang lebih mengejutkan, dari 42 puisi yang tertulis dalam buku tersebut, semuanya membuat saya "ternganga". Hemm... sebentar! agak lebay gak sih, dengan kata ternganga? serius, puisi-puisinya menyeret saya ke masa lalu yang kadang-kadang belum juga lepas dari ingatan. 

Ada satu puisi Kang Budi yang paling membuat saya kasmaran. Karena puisi itu milik pembaca ketika sampai pada pembaca, maka tafsiran yang saya pahami pun barangkali berbeda dengan pembaca lain. Berikut puisinya.

 

Pada Matamu yang Basah

 

Pada matamu yang basah,

aku melihat sungai deras

menghanyutkan rindu

sampai batas kehilangan

 

Pada matamu yang basah,

aku melihat kabut yang likat,

dan epitaf berlumut tanpa nama.

 

Pada matamu yang basah,

aku melihat cinta sedang meronta.

Namun aku sudah tak bisa apa-apa.

 

Tiba juga aku di ujung kesedihan,

saat segalanya tak pernah sesakit ini.

 

Tak akan ada lagi pertemuan.

Tak ingin lagi kusebut seseorang.

 

Tuhan telah menukar semuanya

dengan dosa dan malapetaka

2021 


Entah mengapa bagi saya, puisi ini sangat dekat dengan Tuhan. Ketika seseorang berada di ujung kesedihan dan keputusasaan, maka Tuhan adalah ujung dari segala perjalanan. 


Semoga tulisan dan puisi ini bermanfaat untuk kita semua.

Kamis, 16 Desember 2021

Mencari Sebuah Mesjid (Puisi Taufik Ismail)

 (Taufiq Ismail) Jeddah, 30 Januari 1988

 

Aku diberitahu tentang sebuah masjid
yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan
fondasinya batu karang dan pualam pilihan
atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan
dan kubahnya tembus pandang, berkilauan
digosok topan kutub utara dan selatan

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan
dihiasi dengan ukiran kaligrafi Quran
dengan warna platina dan keemasan
berbentuk daun-daunan sangat beraturan
serta sarang lebah demikian geometriknya
ranting dan tunas jalin berjalin
bergaris-garis gambar putaran angin

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang masjid yang menara-menaranya
menyentuh lapisan ozon
dan menyeru azan tak habis-habisnya
membuat lingkaran mengikat pinggang dunia
kemudian nadanya yang lepas-lepas
disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas
yang memperindah ratusan juta sajadah
di setiap rumah tempatnya singgah

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang sebuah masjid yang letaknya di mana
bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya
engkau berjalan sampai waktu asar
tak bisa kau capai saf pertama
sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu
bershalatlah di mana saja
di lantai masjid ini, yang luas luar biasa

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya
yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya
dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya
di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian
yang menyimpan cahaya matahari
kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturan
ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna
di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta
terletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnya
tempat orang-orang bersila bersama
dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka
dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian
dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan
dalam simpul persaudaraan yang sejati
dalam hangat sajadah yang itu juga
terbentang di sebuah masjid yang mana

Tumpas aku dalam rindu
Mengembara mencarinya
Di manakah dia gerangan letaknya ?

Pada suatu hari aku mengikuti matahari
ketika di puncak tergelincir dia sempat
lewat seperempat kuadran turun ke barat
dan terdengar merdunya azan di pegunungan
dan aku pun melayangkan pandangan
mencari masjid itu ke kiri dan ke kanan
ketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungan
dia berkata :

Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan¡

dia menunjuk ke tanah ladang itu
dan di atas lahan pertanian dia bentangkan
secarik tikar pandan
kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran
airnya bening dan dingin mengalir beraturan
tanpa kata dia berwudhu duluan
aku pun di bawah air itu menampungkan tangan
ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan
hangat air terasa, bukan dingin kiranya
demikianlah air pancuran
bercampur dengan air mataku
yang bercucuran.

 

Kembalikan Indonesia Padaku (Puisi Taufik Ismail)

 (Taufiq Ismail) Paris, 1971

 

Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam,
yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bolayang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,

Kembalikan Indonesia padaku

Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam
dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam
lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya,
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga,
dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang
sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam
dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan,

Kembalikan Indonesia padaku

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam
karena seratus juta penduduknya,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Kembalikan Indonesia padaku

 

Selasa, 07 Desember 2021

Pendar Cahaya di Waktu Fajar (Puisi Meitha KH dalam buku Mengeja Semesta)

Di pantai ini

Ombak bergulung dengan santai

Gemuruhnya nyaris tak terdengar

Karang timbul tenggelam

Cahaya berpendar di waktu fajar


Di pantai ini

Engkau yang paling Maha

Seolah mengulang sabda

Bacalah!

Segala yang Engkau ciptakan sebagai tanda

jalan menuju pangkuan-Mu


Di pantai ini

Lautan merunduk

Aku pun kian menunduk

tak mampu berkata-kata


2020

Gerbang Ar Raayah (Puisi Meitha KH dalam buku Mengeja Semesta)


 

Kerikil Basah

Palem berjajar sepanjang perjalanan

dari gerbang

menuju ruang pertemuan

 

Hijau rumput dibanjiri hujan

awan merendah

bertanya pada tanah

apa itu berserah?

 

Ini sudah lewat subuh

gerimis pagi setiap hari

menemui alam yang sempat angkuh

ketika musim belum berganti

 

Ini sudah lewat subuh

dari gerbang menuju pertemuan

Aku tak ingin berlari

biarlah titik-titik hujan

mendinginkan batinku dari keserakahan

 

2020

Mengeja Semesta (Antologi Puisi AWWA)

 

Pada bulan Juli 2020, AWWA (Asean Women Writers Association) kembali menerbitkan buku kumpulan puisi yang berjudul "MENGEJA SEMESTA: Perempuan, bumi, dan cakrawala".

Buku tersebut diterbitkan oleh Media-Data Center Wanadri dan AWWA

Jumlah halaman, 270


Buku ini menghimpun 32 penulis perempuan dari seluruh Asia yang tentu saja mereka adalah anggota atau bagian dari AWWA (Asean Women Writers Association)