Translate

Kamis, 13 Juni 2013

Terlanjur Gigil

Ini malam Nak!
Angin mengetuk-ngetuk atap kamar mandi. Lubang udara ke atas atap itu, sengaja ditutup oleh kertas setengah lembar. Sebagian menjuntai, sehingga setiap angin menyusup ke sela-sela atap itu, kertasnya akan bergerak ke atas dan ke bawah. Menimbulkan suasana resah, seperti ada mahluk yang bergerak dengan gelisah.

Tak ... tak ... tak ...
Suara dari atap kamar mandi kembali berbunyi.
Pintu kamar sudah kututup, di luar sana, angin memang selalu bergemuruh. Mungkin juga sama seperti dadaku, bergemuruh mengingatmu. Entah karena apa, entah ingin apa.
Sudah tiga pekan aku di sini, bergumul dengan ruangan sempit, menciumi nasib, memeluk hal-hal gaib.
Bukankah hidup ini memang gaib Nak! kita tidak pernah tau waktu, kita tidak pernah tau akan bertemu siapa dan kehilangan siapa.

Nak, aku tak akan pulang.
Melihat matamu adalah hal yang paling berat kulakukan. Mata yang sering berkaca-kaca, mata yang seolah mengerti kenapa kita hanya hidup berdua. Mata yang sesekali kuharapkan bersinar, bahagia dan rela. Aku tak akan pulang, di kota inilah aku mengabadikan ingatan. Sampai muak, sampai bosan, sampai akhirnya segala "lupa" menjadi kebutuhan.

Tok tok tok ...
Ini sudah pukul satu dini hari, siapa yang mengetuk pintu? tetangga? ah...aku tidak memiliki tetangga.
lagi pula gerbang sudah dikunci, mana mungkin ada orang  tiba-tiba mengetuk.
Aku tak ingin membuka pintu, entah karena takut atau tak percaya dengan suara ketukan itu.
Suaranya memang berbeda dengan suara dari atap kamar mandi, apa ini halusinasi saja?

Bunda ... Bun!

Sebuah suara memanggil
Aku terlanjur gigil.

Bandung, 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar